Dua Gunung Meletus di Papua Nugini | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Dua Gunung Meletus di Papua Nugini

Minggu, 30 Juni 2019 | 20:05 WIB
Gunung Ulawun Papua Nugini/AFP


RIAUANTARA.CO - Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Masyarakat (IFRC) Papua Nugini mengatakan bahwa total 15 ribu orang telah mengungsi akibat dua letusan gunung berapi yang terjadi di Gunung Manam dan Gunung Ulawun pada Minggu (30/6/2019).

Dilansir Reuters, sekitar 3.775 orang telah melarikan diri dari letusan Gunung Manam dan 11.047 orang dari letusan Gunung Ulawun. Para warga berlindung di pusat-pusat pengungsian.

Sementara Gunung Manam yang berada dekat dengan Gunung Ulawun meletus pada Jumat (28/6) lalu dan mengirimkan aliran piroklastik (hasil letusan gunung berapi yang bergerak cepat dna terdiri dari gas panas, abu vulkanik, dan bebatuan) berbahaya ke lereng gunung.

Abu vulkanik yang disebabkan oleh kedua gunung tersebut berisi material kecil seperti kaca. Material ini bisa merusak paru-paru secara permanen bahkan dapat menyebabkan kematian.

Kepala Pusat Bencana Provinsi Britania Baru Barat Leo Mapmani mengatakan risiko kesehatan dari abu vulkanik yang jatuh juga menyebabkan ribuan penduduk tidak dapat kembali ke rumah mereka.

"Jika [abu vulkanik] berada di puncak bukit dan angin bertiup, penduduk akan menghirupnya," kata Mapmani, dikutip Reuters.

Salah seorang penduduk Pulau Manam, Jordan Sauba mengatakan kepada media setempat bahwa rumahnya hancur akibat abu vulkanik dan batu yang jatuh dari Gunung Manam.

"Kami tidak punya tempat untuk pergi sehingga kami pergi ke bawah rumah dan bersembunyi di sana selama setidaknya delapan jam," ujar Sauba.

Palang Merah Papua Nugini bersama pemerintah provinsi Britania Baru Barat, pusat bencana provinsi, dan Bala Keselamatan setempat telah membawa persediaan darurat ke tempat pengungsian. Namun, belum jelas kapan ribuan penduduk dapat kembali ke rumah mereka.

Surveyor Geodetik Rabaul Volcano Observatory Steve Saunders memperkirakan Gunung Manam akan terus meletus dengan aliran lahar aktif dari puncak gunung ke laut.

"Satelit sedang memantau gas dan temperatur, kami juga memantau deformasi untuk melihat apakah ada peningkatan [aktivitas gunung berapi]," tutur Saunders.



Sumber: cnnindonesia.com
Bagikan:

Komentar