Jaksa Penuntut Umum Akan Panggil Bupati Kuansing Sebagai Saksi Proyek Hotel Kuansing | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Jaksa Penuntut Umum Akan Panggil Bupati Kuansing Sebagai Saksi Proyek Hotel Kuansing

Rabu, 16 Juni 2021 | 21:15 WIB


RIAUANTARA.CO |KUANSING, -  Jaksa penuntut umum Kejari Kuantan Singingi akan memanggil Bupati Kuansing Andi Putra dalam persidangan kasus korupsi proyek Hotel Kuansing. Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian ditaksir mencapai Rp 5 miliar.


Andi Putra baru saja dilantik sebagai bupati pada Rabu (2/6/2021) lalu. Ia akan dimintai keterangan di pengadilan sebagai saksi dalam kapasitas sebagai mantan Ketua DPRD Kuansing.


Persidangan akan digelar pada Jumat (18/6/2021). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing akan menghadirkan kembali para saksi pada sidang tersebut.


Kepala Kejari Kuansing, Hadiman SH MH, mengatakan, tiga saksi akan dihadirkan dalam perkara yang merugikan negara Rp5.050.257.046. Mereka adalah Bupati Kuansing, Andi Putra, mantan Bupati Kuansing, Sukarmis, dan Indra Agus Lukman.


Andi Putra akan bersaksi dalam kapasitas sebagai mantan Ketua DPRD Kuansing, Sukarmis sebagai mantan bupati dan Indra Agus yang saat ini menjabat Kepala Distamben Riau dalam kapasitas sebagai Kepala BAPPEDA Kabupaten Kuansing.


"Kami akan layangkan surat panggilan kepada tiga mantan petinggi Kuansing itu pada Rabu (16/6/2021). Ketiganya akan bersaksi untuk dikonfrontir dengan terdakwa di hadapan majelis hakim," ujar Hadiman, Selasa (15/6/2021).


Keterangan ketiga saksi itu, kata Hadiman, sangat diperlukan untuk membuat jelas perkara. "Jadi ketiga saksi itu juga diperlukan keterangannya oleh jaksa penuntut umum dan majelis hakim," tutur Hadiman yang juga merupakan Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini.


Ada tiga terdakwa dalam perkara korupsi Hotel Kuansing ini. Mereka adalah Fahrudin ST selaku mantan kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) dan pejabat pembuat komitmen (PPK), Alfion Hendra selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan Robert Tambunan selaku direktur PT Betania Prima, pihak ketiga dalam kegiatan ini.


Namun di persidangan, hanya menghadirkan terdakwa Fahruddin ST dan Alfon Hendra. Sementara terdakwa lain sudah meninggal dunia hingga kasusnya dihentikan demi hukum.


JPU dalam dakwaannya menyebutkan korupsi terjadi pada 2015. Ketika itu terdakwa Fachruddin selaku Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pengguna Anggaran (PA) pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.


Pembangunan Hotel Kuansing dilakukan berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pemkab Kuansing di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Nomor DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 1.03.1.03.07.29.02.5.2. Pada pos mata belanja diketahui terdapat kegiatan Pembangunan Ruang Pertemuan Hotel Kuansing.


Perkara itu bermula pada tahun 2014 lalu, yakni adanya pembangunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas CKTR kabupaten setempat. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel yang dikerjakan PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp13,1 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Kuansing.


Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih. Selain itu, pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK, sehingga berdampak pada keterlambatan progress pekerjaan.


PT Betania Prima selaku rekanan juga tidak pernah berada di lokasi selama proses pengerjaan proyek tersebut. Mereka hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap terminnya, dalam hal ini dihadiri Direktur PT Betania Prima.


Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaaan sebesar 44,5 persen, dan total yang telah dibayarkan Rp5,263 miliar.


Atas hal itu, PT Betania Prima dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan sebesar Rp352 juta. Namun, PPTK tidak pernah menagih denda tersebut.


Tidak hanya itu, PPTK juga tidak melakukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititipkan PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta. Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing.


Sejak awal kegiatan, Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan, dan saat ini hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya.


Dengan demikian, Hotel Kuansing itu belum bisa dimanfaatkan. "Hasil perhitungan kerugian kerugian negara kerugian 5.050.257.046,21," kata JPU.


Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.**Ril



Sumber  : cakaplah.com







Bagikan:

Komentar