JAM-PIDUM Menyetujui Empat Penghentian Penuntutan Perkara Melalui Restorative Justice. | riauantara.co
|
Menu Close Menu

JAM-PIDUM Menyetujui Empat Penghentian Penuntutan Perkara Melalui Restorative Justice.

Selasa, 16 Agustus 2022 | 20:21 WIB





Riauantara.co.| Jakarta -Selasa 16 Agustus 2022, Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 4 (empat) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. 


Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lainnya Yudi Handono, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice.

 

Adapun 4 (empat) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

 

1.    Tersangka MEDIA RHIKA NINGSIH ALIAS MEDIA BINTI AFSIRSON PARADA dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

 

2.    Tersangka SUMANTRI ALIAS SUMAN BIN BAKRI dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

 

3.    Tersangka MUSLIMUN BIN JUPRI dari Kejaksaan Negeri Sambas yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

 

4.    Tersangka UMIR BIN ALISTA (ALM) dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah yang disangka melanggar Pasal 107 huruf a jo. Pasal 55 huruf a UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

 

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

 

- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

- Tersangka belum pernah dihukum;

- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

-    Pertimbangan sosiologis;

- Masyarakat merespon positif.

 

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Sumber:Kapuspenkum

Panca Sitepu

Bagikan:

Komentar