Peternak Binaan PHR di Kampar Manfaatkan Kotoran Sapi Jadi Biogas | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Peternak Binaan PHR di Kampar Manfaatkan Kotoran Sapi Jadi Biogas

Kamis, 01 Juni 2023 | 16:55 WIB




RIAUANTARA.CO | Pekanbaru - Kelompok Tani Bina Mukti Sari, Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar merupakan binaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Disaat ini memberikan kontribusi dalam konteks hal pembangunan pada reaktor biogas yang memproduksi biogas yang sumber bahan baku berasal dari kotoran sapi.


"Kotoran hewan ternak, tidak selamanya menjijikkan, serta harus dibuang begitu saja. Jikalau kita mau, banyak manfaat yang akan diperoleh dari pengolahanya terhadap kotoran hewan ternak itu," ujar Sudarman (51) dan kawan-kawan yang tergabung dalam Kelompok Tani Bina Mukti Sari di Desa Mukti Sari.


Dalam rilis. Ia mengatakan, Kelompok Tani ini telah  berdiri pada tahun 2013 lalu. Kini, berkat perjuangan gigih dirinya serta bersama kawan-kawan. Disaat ini bisa menikmati biogas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga seperti hal untuk sumber energi kompor dan lampu penerangan.


Selain itu, Sudarman yang akrab disapa Darman inipun berhasil pula mengelola kotoran sapi kelompok tani ini menjadi pupuk padat maupun pupuk cair. Pupuk yang mereka hasilkan digunakan untuk beberapa jenis tanaman seperti cabai, kacang pepaya hingga kelapa sawit.


Ditemui di rumah kediamannya di RT 15 Dusun III Desa Mukti Sari, di hari Kamis (31/5/2023), Darman didampingi Ketua Kelompok Tani Bina Mukti Sari tersebut, Fernando Hutagaol yang dengan penuh semangat ceritakan dan meperlihatkan bagaimana dirinya bersama istri sudah menikmati biogas yang dihasilkan dari pengolahan kotoran sapi.


Darman juga mempraktikkan tata cara menyalakan kompor gas itu yang biasa dijual di pasaran yang sumber energinya dari biogas. "Disaat ini kita masak pakai biogas," ujar Darman yang serta sambil mempersilakan tamu-tamu yang datang mencicipi ubi goreng dan kolak di teras rumahnya. Meskipun ujarnya, ini masih dikonsumsi pribadi.


Darman mengaku, bahwasa selama ia menggunakan biogas yang dari delapan reaktor bantuan dari PHR untuk hasilkan biogas, maka dia telah bisa menghemat pengeluaran sehari-hari. "Kalau dipakai sendiri, bisa tahan lima hari, terus kita ngisi lagi. Kalau dibagi ke tetangga bisa dua hari sekali kita ngisinya," terang dari ayah tiga orang anak ini.


Delapan ekor sapi dipelihara dalam satu kandang tersebut ternyata telah mampu menghasilkan biogas yang cukup besar. Potensi biogasnya tak hanya untuk satu rumah tangga, namun sudah bisa dibagi ke masyarakat lainnya. Kini, Sudarman dan kawan-kawan ini sedang berupaya bagaimana biogas dihasilkan itu dapat didistribusikan ke masyarakat lainnya. Pendistribusian ini butuh pipanisasi dan alat lainnya. 


Selanjutnya, mengenai pupuk dihasilkan dari pengolahan kotoran sapi, Ketua Kelompok Tani Bina Mukti Sari Fernando Hutagaul mengungkapkan, pupuk yang mereka hasilkan telah terbukti bisa digunakan untuk beberara jenis tanaman, dan hasilnya cukup memuaskan. Beberapa petani menggunakan untuk tanaman cabai, kacang, pepaya dan kelapa sawit.


"Hasilnya bagus-bagus. Nanti kita bisa lihat kebun pepaya di Indra Sakti," ulas Gaol. Meskipun hanya delapan ekor sapi dari satu kandang, namun potensi biogas yang dihasilkan cukup besar. Katanya, kalau tak dipakai bisa meluap. Makanya butuh beberapa reaktor atau pengaturan pengelolaannya dan dapat didistribusikan ke masyarakat lainnya.


Dia juga mengakui, masyarakat masih awam dengan biogas dan butuh waktu mengubah persepsi pada masyarakat terhadap biogas. Sebab tutur dia, yang sesuai penuturan masyarakat itu kalau pakai biogas ini makanannya akan bau kotoran, padahal tidak kan. Tetap enak masakannya, gak ada baunya. Bahkan kualitasnya sama dengan LPG dan kita bisa hemat lagi.


Kelompok Tani Bina Mukti Sari sendiri merupakan binaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Corporate Secretary PT PHR Rudi Ariffianto kepada wartawan, mengatakan, adanya binaan PHR pada petani di Desa Mukti Sari yang karena pihaknya ingin memberikan kontribusi dalam konteks pembangunan reaktor biogas yang mampu memproduksi biogas yang sumber bahan bakunya berasal dari kotoran sapi.


PHR juga punya binaan peternak sapi lainnya, dan diharapkan menjadi satu program yang terintegrasi dari peternakan sapi, kemudian membuat reaktor biogas. Untuk sementara saat ini telah digunakab sendiri para penerima manfaat dari program ini.


Menurut Rudi, kedepan PHR berharap banyak lagi masyarakat manfaatkan biogas. "Karena tadi seperti cerita Pak Darman, rupanya kalau hanya dimanfaat penerima manfaat saja, tendangan gasnya cukup tinggi. Artinya produksi gasnya tinggi. Tadi, dua tungku saja luar biasa tekanannya. Kalau digunakan untuk yang lain, kita coba hitung, kira-kira satu reaktor bisa menghasilkan gas untuk berapa rumah tangga," ulasnya.


Ia menambahkan, dampak positif yang diharap PHR dengan adanya program ini adalah bagaimana masyarakat beralih ke biogas sebagaimana itu diceritakan Darman. Yakni, untuk biogas yang bisa menghemat itu dua sampai tiga tabung gas LPG 3 kilogram dalam satu bulan.


"Dampak positif lainya yang diharapkan adalah bisa menghemat subsidi negara. Kita, ini akan terus mencoba melakukan improvisasi atau improvement, jikalau penerima manfaatnya diperluas. Serta akan mendorong pengembangan dalam pemanfaatan kotoran sapi yang secara swadaya. Kita konsepnya desa energi berdikari. Yang kita harapkan PHR jadi katalisator sifatnya Jadi pioneer, diikuti kemandirian masyarakat," ujarnya.


Kemudian yang terpenting juga, ungkap Rudi adalah penataanya organisasi dan pola bisnisnya. Ia mengungkapkan, satu reaktor membutuhkan biaya itu sekitar Rp 55 juta hingga Rp 70 juta. Karena itu, katanya, butuh modalnya seperti apa. Tambahan modal dari mana. Maka perlu pembinaan. Supaya tata kelolanya jadi baik. Yang sehingga nanti kalau nambah bisa tidak.  **Irul

Bagikan:

Komentar