![]() |
Foto ilustrasi sistem pengelolaan sampah yang dipegang oleh Lembaga Pengelola Sampah (LPS). |
Pekanbaru, riauantara.co | Alih-alih membawa perbaikan, sistem baru pengelolaan sampah yang dipegang oleh Lembaga Pengelola Sampah (LPS) justru menuai keluhan. Warga Pekanbaru yang awalnya berharap pada solusi pengelolaan sampah yang lebih tertib, kini harus gigit jari akibat lonjakan iuran yang dianggap membebani.
Sebelum LPS hadir, warga cukup merogoh kocek Rp10.000–Rp15.000 per bulan. Kini, angka itu melonjak menjadi Rp18.000–Rp20.000. Kenaikan yang disebut "resmi" ini malah dirasa sebagai beban tambahan, bukan perbaikan layanan.
"Bukannya bantu masyarakat, malah bikin susah. Ini bukan solusi, ini masalah baru," keluh Heri, salah seorang warga yang tak bisa menyembunyikan kekecewaannya, Selasa (10/6/2025).
Kritik tajam dilontarkannya kepada Pemko Pekanbaru, terutama Wali Kota Agung Nugroho. Heri menuntut wali kota tak hanya duduk di balik meja, tapi turun langsung melihat dampak kebijakan di lapangan.
"Kalau dikelola pemerintah, seharusnya meringankan. Tapi ini seperti bisnis berkedok pelayanan publik. Di mana letak keberpihakan pada rakyat kecil?" tegasnya.
Heri mengusulkan solusi yang masuk akal sistem subsidi silang. Perusahaan dan pelaku usaha bisa dikenakan tarif lebih tinggi untuk menutup subsidi bagi masyarakat umum. Dengan begitu, tarif bisa distabilkan, misalnya di angka Rp15.000 masih rasional, menurutnya.
"Warga ini sudah punya beban iuran lain, jangan ditambah lagi hanya karena pengelolaan sampah. Harusnya pemerintah hadir sebagai penyeimbang, bukan malah ikut menekan," ujarnya.
(tom/rd)
Komentar