Pekanbaru, riauantara.co | Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) tak tinggal diam menyikapi maraknya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kembali mencuat di Provinsi Riau.
Melalui Deputi Penegakan Hukum Lingkungan (Gakkum), langkah tegas diambil terhadap sejumlah perusahaan yang dinilai abai dalam menjaga wilayah konsesinya.
Dari hasil pemantauan sejak Januari hingga Juli 2025, Tim Gakkum KLH/BPLH menemukan titik-titik panas (hotspot) yang terdeteksi berada dalam area konsesi milik enam perusahaan.
Langkah lanjutan pun langsung dilakukan, penyegelan area dan penghentian seluruh aktivitas operasional perusahaan yang terindikasi.
"Setiap pemegang izin bertanggung jawab penuh atas lahannya. Tidak ada alasan untuk membiarkan kebakaran terjadi, karena upaya mitigasi adalah kewajiban utama yang tidak bisa ditawar," tegas Irjen Pol. Rizal Irawan, Deputi Gakkum, dalam keterangan pers.
Ia memastikan, siapa pun yang lalai apalagi sengaja membakar akan dikenakan sanksi hukum yang adil dan terbuka.
Empat perusahaan pemilik konsesi sawit dan hutan produksi yang disegel, antara lain:
- PT Adei Crumb Rubber – terdeteksi 5 hotspot (tingkat kepercayaan sedang)
- PT Multi Gambut Industri – 5 hotspot (sedang)
- PT Tunggal Mitra Plantation – 2 hotspot (sedang)
- PT Sumatera Riang Lestari – 13 hotspot (sedang)
Sementara itu, PT Jatim Jaya Perkasa, yang mengoperasikan pabrik kelapa sawit, juga masuk radar karena satu titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi.
Selain itu, hasil investigasi menemukan bahwa cerobong asap pabrik ini mengeluarkan emisi mencemari udara di sekitar Kabupaten Rokan Hilir. Sebagai respons, operasional pabrik pun resmi dihentikan.
Dari total enam perusahaan yang diawasi, lima telah dikenai sanksi administratif. Empat berupa penyegelan lahan konsesi, sementara satu berupa penghentian penuh operasional pabrik.
Gakkum KLH/BPLH menegaskan bahwa proses hukum akan terus berlanjut. Mereka tengah mengumpulkan bukti tambahan untuk memperkuat proses penegakan hukum berikutnya, baik pidana, perdata, maupun administratif. Semua jalur hukum akan digunakan demi menegakkan tanggung jawab perusahaan terhadap pencegahan karhutla.
Menjelang puncak musim kemarau, KLH/BPLH juga mengingatkan seluruh pelaku usaha agar tidak lengah. Mereka diminta memperkuat sistem deteksi dini dan respons cepat, seperti membangun sekat kanal, menyiapkan embung air, serta menggelar patroli bersama secara rutin.
"Tak ada kompromi untuk korporasi yang abai. Langkah hukum yang kami ambil adalah bentuk komitmen agar kejadian karhutla tak lagi berulang," tegas Rizal Irawan.
(kmo/rd)
Komentar