Maulid, Ekonomi, dan Rahasia Dagang Nabi | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Maulid, Ekonomi, dan Rahasia Dagang Nabi

Jumat, 05 September 2025 | 20:22 WIB


Oleh DR. Abdul Haque Albantani




Pekanbaru, riauantara.co | Alhamdulillah, kita kembali dipertemukan dengan bulan kelahiran manusia paling mulia, Nabi Muhammad ﷺ. Bulan ini selalu mengingatkan kita pada rasa syukur atas nikmat terbesar, yakni diutusnya Rasulullah sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam.


3 Fadilah Maulid di Zaman Milenial


Di tengah gegap gempita dunia digital dan derasnya arus informasi, maulid justru semakin relevan. Ada tiga fadilah besar ketika kita memperingatinya:


1. Syiar Cinta Nabi

Maulid membuat generasi milenial lebih dekat dengan kisah hidup Rasulullah. Dalam hiruk-pikuk konten TikTok dan Instagram, kita diingatkan bahwa ada suri teladan yang lebih memesona daripada selebgram manapun.

Allah berfirman:


> “Sungguh, pada diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzab: 21).


2. Mempertebal Syukur

Dengan maulid, umat semakin sadar bahwa kelahiran Nabi ﷺ adalah awal cahaya petunjuk. Bayangkan dunia tanpa beliau: gelap gulita, tanpa arah, tanpa akhlak mulia.


3. Momentum Muhasabah

Maulid bukan sekadar seremonial, tapi refleksi. Sudahkah kita meneladani beliau dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak?


Nabi Muhammad: Pedagang, Ahli Ekonomi


Sayangnya, sering kali maulid hanya berhenti pada kisah kelahiran dan mukjizat. Padahal, ada satu sisi emas yang jarang dibahas: Rasulullah adalah seorang pedagang ulung, ahli ekonomi, dan pengusaha sukses.


Sejak usia belasan tahun, beliau sudah berbisnis. Kejujuran dan integritasnya membuat beliau digelari Al-Amin (orang terpercaya). Saat berdagang ke Syam membawa barang dagangan Khadijah, beliau tidak hanya berhasil meraih keuntungan berlipat, tetapi juga memenangkan hati orang-orang dengan etika bisnis yang luhur.


Kita bisa menyebut Nabi Muhammad ﷺ sebagai role model enterpreneur muslim pertama. Bukan hanya sukses materi, tapi juga sukses akhlak.



3 Alasan Umat Islam Belum Menguasai Ekonomi


Sayangnya, kondisi umat kini jauh berbeda. Kita masih sering menjadi “penonton” dalam perekonomian. Ada tiga sebab utama:


1. Mental Konsumen, Bukan Produsen

Banyak yang lebih sibuk belanja diskon 9.9 dan 11.11 daripada memikirkan bagaimana membuka lapangan usaha.


2. Kurangnya Literasi Ekonomi Syariah

Masih banyak yang tidak paham bedanya bisnis halal dan haram, sehingga mudah tergoda investasi bodong atau riba.

3. Abainya Umat terhadap Teladan Nabi

Kita mencintai Nabi dalam maulid, tapi lupa meneladani profesinya sebagai pedagang. Akhirnya, umat lain yang menguasai pasar, sementara kita hanya mengikut.


Kuatnya Peradaban Saat Umat Kuasai Perdagangan


Sejarah mencatat, kejayaan Islam tidak hanya karena kekuatan militer, tetapi juga karena dominasi ekonomi.


Pada masa Khilafah Abbasiyah, Baghdad menjadi pusat perdagangan dunia. Jalur Sutra dikuasai pedagang muslim, dari Andalusia di barat hingga Cina di timur.


Pada era Kesultanan Utsmaniyah, kota Istanbul menjadi simpul perdagangan internasional. Siapa yang menguasai jalur dagang, dia menguasai peradaban.


Bahkan, penyebaran Islam di Nusantara lebih banyak dibawa oleh para pedagang muslim daripada pasukan bersenjata. Pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia menyebarkan Islam sambil berniaga dengan jujur.


Inilah bukti bahwa ketika umat Islam menguasai perdagangan, maka mereka juga menguasai peradaban. Sebaliknya, ketika perdagangan dikuasai pihak lain, umat menjadi lemah dan hanya menjadi konsumen.


Maulid harus jadi momentum untuk tidak sekadar mengenang kelahiran beliau, tetapi juga membangkitkan semangat umat menguasai ekonomi. Karena hanya dengan ekonomi yang kuat, umat ini bisa kembali berjaya.


Rasulullah ﷺ bersabda:


> “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” (HR. Bukhari-Muslim)


Mari cintai Nabi bukan hanya dengan shalawat, tapi juga dengan meniru etos bisnisnya. Dengan begitu, umat ini akan mulia di dunia, dan mulia pula di akhirat.


Penulis : Oleh DR. Abdul Haque Albantani

Wartawan : Am

Bagikan:

Komentar