![]() |
Kepala Desa dan Sekretaris Desa di Siambul, Indragiri Hulu, Riau, trlibat dalam penjualan kawasan hutan. |
Inhu, riauantara.co | Kepala Desa Zulkarnaen dan Sekretaris Desa Waryono di Siambul, Indragiri Hulu, Riau, resmi ditangkap oleh pihak kepolisian. Kedua pejabat desa tersebut, bersama tiga tersangka lainnya, diduga terlibat dalam penjualan lahan seluas 150 hektare kawasan hutan senilai Rp1,8 miliar.
Menurut Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Siregar, pengungkapan kasus ini berawal dari hasil patroli senyap yang dilakukan oleh tim gabungan dari KPH Indragiri, Dinas Lingkungan Hidup (LHK) Riau, serta petugas dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Dalam patroli tersebut, tim menemukan alat berat jenis buldozer yang sedang digunakan untuk pembuatan jalan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Kawasan yang sedang digarap tersebut nantinya rencananya akan dialihfungsikan untuk penanaman kelapa sawit.
"Benar, ada lima orang ditangkap dan telah ditetapkan tersangka. Ini terkait pengerjaan kawasan hutan di Siambul. Tersangka tersebut adalah Junaidi, Nuriman, Zulkarnaen, Usman, dan Waryono," ungkapnya.
Detail kasus mengungkapkan bahwa Zulkarnaen menjabat sebagai Kepala Desa Siambul untuk periode 2021-2029, sementara Waryono telah menjabat sebagai Sekretaris Desa sejak tahun 2018.
Tiga tersangka lainnya memiliki peran yang berbeda-beda dalam aksi ilegal ini, yaitu:
- Junaidi: Pemborong pembuatan jalan dengan menggunakan alat berat di kawasan hutan.
- Nuriman dan Usman: Kedua pihak ini merupakan pembeli lahan seluas 150 hektare yang kemudian menggarap kawasan HPT.
Dalam proses transaksi, diketahui bahwa awalnya pihak Nuriman dan Usman melakukan pembayaran sebesar Rp600 juta kepada Sekdes Waryono. Selanjutnya, pembayaran tambahan sebesar sekitar Rp1 miliar (atau mencapai Rp1.050.000.000) diserahkan kepada Kades Zulkarnaen, sehingga total pembayaran mencapai Rp1.875.000.000. Perhitungan harga per hektare mencapai Rp12.500.000.
Selain transaksi jual beli, Zulkarnaen juga diduga menerbitkan surat perintah kerja (sopradik) sebanyak 75 persil, yang kemudian dimanfaatkan oleh Junaidi untuk memulai pembangunan jalan di kawasan hutan.
Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran serius, terutama karena lahan yang dijual merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Kasus ini kini tengah diproses secara hukum. Para tersangka diduga melanggar Pasal 36 angka 19 juncto Pasal 17 UU Nomor 6 Tahun 2023 dan Pasal 37 angka 16 poin 1 huruf a UU Nomor 16 Tahun 2023, serta dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 55 dan 56 KUHP.
(ia/kmo)
Komentar