Kontraksi Keuangan Guncang Riau, Ribuan Pekerja Ter-PHK dan Puluhan Ribu ASN Terancam Menganggur | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Kontraksi Keuangan Guncang Riau, Ribuan Pekerja Ter-PHK dan Puluhan Ribu ASN Terancam Menganggur

Rabu, 09 April 2025 | 10:34 WIB
Awal tahun 2025 menjadi masa kelam bagi perekonomian Provinsi Riau. nasib ASN yang terancam tanpa pekerjaan akibat defisit anggaran.
Pekanbaru, riauantara.co | Awal tahun 2025 menjadi masa kelam bagi perekonomian Provinsi Riau. Guncangan finansial yang dialami pemerintah daerah berimbas pada melonjaknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengintainya nasib ASN yang terancam tanpa pekerjaan akibat defisit anggaran.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah kasus PHK di Riau meroket drastis. Pada Januari tercatat 323 pekerja yang kehilangan pekerjaan, namun hanya sebulan berselang jumlah itu melonjak 1.000 persen menjadi 3.530 orang pada Februari.

Secara kumulatif, sepanjang periode Januari–Februari, terdapat 18.610 tenaga kerja yang ter-PHK di Riau. Angka ini menempatkan Riau sebagai provinsi kedua tertinggi se-Indonesia setelah Jawa Barat, dan tertinggi di wilayah Sumatera.

Secara nasional, total PHK per Februari mencapai 15.285 kasus, naik hampir lima kali lipat dari 3.325 kasus pada Januari. Dari 15 provinsi yang melaporkan data PHK, Riau mencatat jumlah tertinggi, diikuti Kepulauan Riau dengan 67 kasus. Lonjakan ini menegaskan betapa parahnya kontraksi sektor industri dan jasa di Bumi Lancang Kuning.

"Periode Januari-Februari terdapat 18.610 tenaga kerja ter-PHK," tulis Kemenaker.

Tak hanya sektor swasta yang terpukul. Pemerintah Provinsi Riau sendiri mengakui puluhan ribu aparatur sipil negara (ASN) berisiko “nganggur” pada tahun ini.

Gubernur Riau, H. Abdul Wahid, menyatakan defisit APBD 2025 mencapai Rp 2,2 triliun dan menumpuknya tunggakan anggaran memaksa pemangkasan tunjangan kinerja pegawai (TPP) serta opsi penghapusan anggaran operasional seluruh OPD selama setahun.

Jika diterapkan, ASN akan tetap menerima gaji pokok, namun tanpa kegiatan kerja dan tunjangan pendukung.

Kondisi semakin pelik saat angka tunggakan APBD yang disampaikan Gubernur Wahid berbeda dengan data dari Wakil Gubernur dan Sekretaris Daerah Riau. Perbedaan ini menimbulkan kekhawatiran akan transparansi pengelolaan keuangan daerah dan koordinasi antar-pimpinan Pemprov.

Selama ini, Riau mengandalkan penerimaan pajak daerah, terutama pajak kendaraan bermotor sebagai tumpuan utama pendapatan asli daerah (PAD).

Namun, realisasi pajak sepanjang 2024 meleset jauh dari target, sementara belanja pegawai justru terus membengkak. Ditambah lagi, pemangkasan alokasi dana transfer dari APBN ke Riau membuat kas daerah kian menipis.

Puncak krisis keuangan terjadi ketika Pertamina Hulu Rokan (PHR) hanya menyalurkan Rp 200 miliar dari proyeksi Rp 1,5 triliun pendapatan participation interest migas di Blok Rokan. PHR berdalih perlu mendukung target lifting nasional, namun keputusan ini membuat kas Pemprov Riau kian kering.

Kontraksi ekonomi ini memunculkan tantangan ganda: bagaimana menahan laju PHK sekaligus menjaga kelangsungan pekerjaan ASN. Pakar ekonomi daerah menyoroti pentingnya diversifikasi sumber PAD, percepatan realisasi proyek infrastruktur, serta kolaborasi dengan sektor swasta untuk menyerap tenaga kerja lokal.

Meskipun tekanan berat, Pemerintah Provinsi Riau masih berupaya menstabilkan keuangan melalui efisiensi belanja, renegosiasi utang, dan percepatan pencairan dana perimbangan.

Ke depan, konsistensi pengelolaan anggaran serta transparansi data menjadi kunci menghindarkan Riau dari jurang kebangkrutan dan meredam gelombang PHK lebih lanjut.

(kmo/red)
Bagikan:

Komentar