Pemerintah Diminta Tinjau Regulasi Larangan Ekspor CPO | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Pemerintah Diminta Tinjau Regulasi Larangan Ekspor CPO

Senin, 09 Mei 2022 | 18:20 WIB


Riauantara.co.| Pekanbaru - Income yang diberikan antara masyarakat budidaya dengan korporasi kepada negara selama ini dinilai sama. Untuk itu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah diminta meninjau kembali regulasi larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO).


Hal itu ditegaskan oleh anggota fraksi Demokrat DPRD Riau, Manahara Napitupulu SH, Senin (9/5/22).


"Pemerintah hendaknya meninjau kembali regulasi larangan ekspor CPO. Perusahaan atau korporasi harus diberi tanggungjawab berapa persen dari inti itu menjadi suplay kedalam negeri untuk dijadikan minyak goreng di Indonesia ini," ucap anggota DPRD Riau, Manahara Napitupulu SH, Senin (9/5/22).


Menurutnya langkah pemerintah yang melarang ekspor CPO tersebut sama saja dengan menyumbat kran. Akibatnya masyarakat budidaya ikut menderita. 


"Kalau perusahaan ongkang-ongkang aja dia. Apalagi dia punya pabrik pula. Jadi kepada pemerintah pusat kita himbau tolong tinjau regulasi ini. Khusus yang inti ini, agar diberi tanggungjawab sekian persen suplay kebutuhan dalam negeri. Setelah itu baru ekspor. Jadi langsung dari volumenya," tukasnya.


Dikatakan Manahara, regulasi larangan ekspor CPO justru dinikmati oleh korporasi. Alasannya, perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) diberikan hak mengelola selama 35 tahun. Dan dapat diperpanjang lagi 30 tahun dan dapat diperbaharui lagi selama 30 tahun bahkan dapat diperpanjang lagi.


"Artinya bisa selamanya. Nah ini bisa diwariskan, bisa diagunkan ke Bank, dan bisa dijual dalam artian jual saham dialihkan kepada orang lain. Jadi tak ada bedanya dengan SHM. Jadi ada apa ini, koq dianak emaskan ni. Koq jadi mereka yang menguasai harta warisan nenek moyang kita," pungkasnya. 


Pada bagian lain, Manahara juga menyoroti sikap pemerintah terhadap kebun masyarakat yang berada dalam kawasan hutan.


"Yah, kenapa indak dilegalisasi aja. Yang membikin kawasan itu juga kan pemerintah. Sementara sampean tidak tahu mana kawasan hutan atau tidak. Apa salahnya dilegalisasi saja sama dengan korporasi tadi. Artinya,  tetap tanah negara, akan tetapi berikan hak kepada mereka seperti perusahaan tadi. Toh setorannya sama koq. Ini koq beda perlakuan," tandasnya. (fin).

Bagikan:

Komentar