In Memorium Said Abu Sofyan, Aktivis Lasak, Bersabung Nyawa Demi Negeri | riauantara.co
|
Menu Close Menu

In Memorium Said Abu Sofyan, Aktivis Lasak, Bersabung Nyawa Demi Negeri

Jumat, 23 September 2022 | 14:09 WIB





RIAUANTARA.CO| Pekanbaru - Kamis malam tadi terasa ada sesuatu yang menyesak dada. Pas setelah adinda Andi, pengacara muda asal Penyalai berkirim kabar melalui whatsaps.

"Pak Dr. Bang SAS Meninggal. Barusan." Kalimat itu begitu singkat.


Ada sesuatu yang membuat saya haru. Tersebab beberapa hari sebelumnya adinda SAS (almarhum) menelphon saya.

"Bang, bio kami berangkat dulu ye. Nantik dinda hubungi Bang Bahar (Ketua DPRD Pelalawan) untuk menyusul. Abang kami perlukan untuk link KAHMI disane meloby menteri",  Kata kata itu masih terngiang ditelingaku.


Sebetulnya setelah jumpa Menteri atau Wamen ATR/BPN, Adinda SAS ingin berdiskusi soal skema pengembalian kawasan hutan yang kini diduduki PT.TUM. Tapi Allah swt berkehendak lain. Sang putra melayu penyalai Pelalawan itu di panggil Sang Pencipta.


-Aktivis Lasak

Bagi saya, sebagai seorang aktivis, adinda Said Abu Sofyan tergolong progresif. Lasak bahasa Riaunya. Selain lasak, SAS juga mau mati matian membela keyakinannya. 


Turun ke lokasi desa yang dipandangnya bermasalah, lalu mengadvokasi lewat media sosial tak henti. Salah satu media online yang dijadikan grup WA ialah Suara Riau. Melalui grup ini, SAS menyalurkan aspirasi intelektualnya dan mengomentari isu publik.  


Dia mengeluarkan statement "menantang" tetapi membuka celah diskusi dibalik narasi komennya.  Mungkin sikap kritis tapi tak "masuk ke hati" walau berbeda, dia dapatkan di HMI. Persis beberapa tahun lalu, ketika dia ikut LK I, saya melihatnya alot berdebat dengan teman seangkatan seperti Rocky Ramadia dan Anto Unilak.


Saya sendiri merasakan persahabatan yang hangat sewaktu ikut ke Pulau Mendol. Sekitar 4 bulan lepas. Sepanjang perjalanan baik di Travel ke Buton atau di spead boad menuju Pulau Mendol dia tampak ceria penuh senyum.


Saya tidur dirumah orang tuanya selama kunjungan observasi ekosistem gambut disana. Ayahnya, Said Sidiq sekitar 70-an  yang ahli zikir adalah teman diskusi setiap malam sebelum terlelap tidur.


Yang membuat saya terkesan, sekaligus haru, adalah komitmen adinda  SAS menegakkan kebenaran. Dia tak bergeming jika sudah melangkah. "Pulau Mendol harus kite selamatkan kanda. Kalau tempat lain korporasi nak mengakal lantaklah. Tapi jangan cecube di kampung dinda," itu kalimatnya dalam speadboad pulang ke Pekanbaru.


Mungkin ada puluhan pemuda dan juga aktivis yang berpikiran seperti SAS. Tapi sejauh apakah? Sedalam apakah cinta  nya pada negeri sehingga sanggup bersabung nyawa?


Riau hari ini adalah Riau yang tertekan dan dipaksa oleh tangan besi kapitalisne ekologis. Yang dibutuhkan bukan narasi juang gagah memukau di teks WA, tapi hampa realita. 


Heroisme sebatas atas meja, tapi minim aksi di lapangan. Dijantung konflik. Ditanah tanah Melayu yang dipatok cukong lokal, di ganyang mafia tanah tak beradab. Dan dibogen tangan besi korporasi HGU dan HTI yang punya segalanya. 


Yang sangat dibutuhkan adalah daya juang action semacam yang diteladani adinda SAS. Agaknya SAS SAS baru perlu dilahirkan Tanah Mendol, ceruk rantau Melayu. Yang segan silu tatkala (padahal) negeri sudah dipatok, dibagi bagi, rakyat diungsi sampai tercabik dan berkecai.


Selamat jalan adinda SAS. Pesan juangmu akan kami kenang dan warisi. Puas sudah budak budak negeri berlari setelah jadi penonton pun tak dikasi. 


Saatnya Pesanmu kami rubah jadi api. Kami tiup sampai menjadi dan daulat harga diri bermartabat negeri. Takkan Melayu Hilang dibumi.(*)


Oleh : Elviriadi

Pekanbaru,(22/09/22)

Bagikan:

Komentar