Milad ke-45, Faperta UIR Hadirkan Pakar Pertanian dalam Seminar Nasional "Ditengah Ancaman Krisis Pangan Global" | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Milad ke-45, Faperta UIR Hadirkan Pakar Pertanian dalam Seminar Nasional "Ditengah Ancaman Krisis Pangan Global"

Minggu, 13 November 2022 | 13:48 WIB




RIAUANTARA.CO | PEKANBARU - Perang Rusia-Ukraina  makin menjadi ancaman terjadinya krisis pangan dunia termasuk Indonesia. Sebelumnya faktor climate change telah mengubah berbagai situasi dan kondisi alam yang berdampak terhadap semua sendi kehidupan. Oleh sebab itu, Indonesia harus bersiap menghadapi krisis pangan tersebut.


Hal itu diungkapkan Guru besar Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof Helmi dalam Seminar Nasional ''Di Tengah Ancaman Krisis Pangan Global: What Should Be Done?'' yang dilaksanakan Faperta Universitas Islam Riau (UIR) dalam rangka Milad ke-45 Faperta UIR di Aula Faperta UIR, Pekanbaru, Sabtu (12/11). 


Seminar ini dibuka secara resmi oleh Rektor UIR, Prof. Syafrinaldi, SH, MCL.


Selain Helmi juga tampil  mantan Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura, Provinsi Riau, Ir. Basriman. Pada sesi siang secara panel tampil pula  lima pembicara yakni  Sri Fatimah, SP, MAB, PhD, (Dosen Agribisnis Unpad, Bandung), Dr. Ir. Rosyadi, MSi, (Dosen Budidaya Perairan Faperta UIR), Dr. Mardaleni, SP, MSc, (Dosen Agroteknologi Faperta UIR) dan Dr. Nurmawati, APT, MSc, dari An Nabat Malaysia.


Prof. Helmi selanjutnya mengatakan, dalam situasi itu Indonesia terkesan lamban melakukan diversifikasi pertanian padahal Indonesia merupan negara agraria.


"Ini benar-benar ironi, kita negara  agraris yang kaya dengan sumberdaya alam pertanian tapi dominan  masih impor produk pertanian. Konsumsi beras kita sebesar 235 kg/ kapita/ tahun tapi impor beras antara 10-12 juta ton per tahun. Untuk gandum kita masih seratus persen impor," ujar Helmi yang menamatkan S3 di Inggeris ini.


Menurut Prof Helmi,  Rusia dan Ukraina penghasil bahan minyak makan. Akibat perang, stok bahan tersebut berkurang di dunia. Maka, pengusaha Indonesia lebih cenderung menjual minyak makan ke luar negeri karena lebih untung. Akibatnya, kritis minyak makan di dalam negeri.


Prof Helmi memberikan solusi apa yang akan dikerjakan oleh Indonesia, khususnya perguruan tinggi pertanian. Pertama, merangsang mahasiswa atau alumni untuk membuka usaha ekonomi sosial. Seperti yang dilakukan alumni Faperta UIR, Yusuf Siregar yang membuka usaha agrobisnis kelengkeng dan durian.


Helmi menegaskan, perguruan tinggi pertanian seperti Faperta UIR, bisa melakukan kajian dan upaya praktek bagaimana agar gandum bisa dibudidayakan.  

 

Sementara Basriman sependapat dengan  Prof Helmi. Menurut dia, Riau kini terancam kritis pangan, seperti beras dan lain-lain. Ini disebabkan oleh makin berkurangnya lahan untuk persawahan dan pertanian. Pemerintah daerah lebih cenderung ke perkebunan.


Padahal, ketersediaan pangan adalah sangat penting karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena itu perlu komitmen pemerintah daerah untuk melakukan swasembada pangan. Anggaran untuk pertanian pangan ini harus menjadi prioritas.(*)

Bagikan:

Komentar