![]() |
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyiapkan layanan internet cepat hingga 100 Mbps dengan harga yang lebih terjangkau (foto ilustrasi/riauantara). |
Jakarta, riauantara.co | Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyiapkan layanan internet cepat hingga 100 Mbps dengan harga yang lebih terjangkau, berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu per bulan. Inisiatif ini dilakukan dengan mengalokasikan frekuensi baru 1,4 GHz untuk layanan Broadband Wireless Access (BWA).
Menurut Koordinator Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Digital Komdigi, Benny Elian, saat ini harga internet berkecepatan 100 Mbps masih tergolong mahal, mencapai Rp 400-500 ribu per bulan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menghadirkan layanan fixed broadband yang lebih murah dan dapat diakses lebih banyak masyarakat.
"Bagaimana menyasar masyarakat yang kemampuan ekonominya terbatas? Yaitu dengan tarif sekitar Rp 100-150 ribu," kata Benny dalam diskusi Morning Tech bertajuk Lelang Frekuensi untuk Siapa?
Teknologi dan Sasaran Jaringan 1,4 GHz
Jaringan 1,4 GHz ini dirancang untuk meningkatkan penetrasi fixed broadband, baik melalui fiber optic maupun modem statis di rumah. Teknologi yang digunakan mirip dengan jaringan seluler IMT, namun dikhususkan untuk penyedia layanan fixed broadband.
"Ini benar-benar untuk fixed, modem di rumah. Seperti router di rumah yang bentuknya MiFi, bukan digunakan di HP," jelas Benny.
Seleksi penyelenggara layanan fixed broadband untuk jaringan ini akan dilakukan melalui mekanisme lelang. Hingga saat ini, tujuh dari sepuluh penyelenggara jaringan telah menyatakan minatnya, termasuk operator seluler dan penyelenggara fiber optic. Namun, Benny tidak mengungkapkan secara rinci siapa saja pihak yang berminat.
Rencana Lelang dan Tantangan
Rencananya, pemerintah akan menggelar lelang frekuensi 1,4 GHz pada semester pertama tahun ini, diikuti dengan lelang frekuensi lainnya, seperti 700 MHz, 26 GHz, dan 2,6 GHz.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito, menekankan bahwa frekuensi 1,4 GHz harus tetap difokuskan sebagai solusi broadband dan tidak mengganggu pasar layanan seluler.
"Kalau misalnya dia dijaga harus 100 Mbps, seluler enggak akan terganggu," ujar Sigit.
Ia juga menyarankan agar proses seleksi dilakukan dengan metode hybrid, yaitu kombinasi antara lelang harga dan beauty contest, di mana penyelenggara harus mengajukan proposal komitmen pembangunan jaringan.
Selain itu, Sigit menyoroti pentingnya mempertimbangkan model berbasis komunitas tertentu untuk mencegah kegagalan pasar (market failure), sebagaimana yang terjadi di beberapa negara lain.
(kmo/cnbc)
Komentar