Muflihun: Diam yang Panjang, Luka yang Dalam, Kini Saatnya Bicara | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Muflihun: Diam yang Panjang, Luka yang Dalam, Kini Saatnya Bicara

Kamis, 19 Juni 2025 | 21:58 WIB




PEKANBARU, riauantara.co |— Dalam suasana penuh tekanan, mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, akhirnya memecah kebisuannya. Sosok yang selama ini memilih diam di tengah badai tudingan kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD Riau itu kini tampil lantang, menyuarakan perjuangan mencari keadilan.


Bersama kuasa hukumnya, Ahmad Yusuf, Muflihun menegaskan dirinya akan melawan stigma yang selama ini melekat kuat, meski belum ada keputusan hukum yang menyatakannya bersalah. Ia menilai, opini publik telah menjatuhkan vonis lebih dulu bahkan sebelum ruang pengadilan membuka sidangnya.


"Saya bukan orang yang lari dari masalah. Saya hanya menahan diri karena percaya bahwa kebenaran pada akhirnya akan menemukan jalannya. Tapi saya juga manusia—ada batasnya menahan beban yang begitu besar," ucapnya dengan suara bergetar, Kamis, 19 Juni 2025.


Muflihun tak menutupi kenyataan pahit yang dialaminya sejak isu ini bergulir. Kekalahannya dalam Pilkada disebutnya sebagai salah satu konsekuensi langsung dari opini buruk yang terbentuk di masyarakat. Bahkan, rumah pribadinya ikut disita dalam proses penyelidikan. Semua itu, katanya, diterima dengan sabar—hingga akhirnya ia merasa waktunya bicara telah tiba.


"Saya kalah bukan karena tidak berjuang. Tapi saya dihancurkan oleh persepsi yang dibentuk, bukan oleh fakta hukum. Rumah kami disita, saya difitnah memakan uang Rp108 miliar. Saya diam. Tapi hari ini, saya tidak bisa terus diam,” ungkapnya.


Lebih menyakitkan, menurutnya, adalah penderitaan psikologis yang harus ditanggung oleh keluarga. Istri dan anak-anaknya, kata Muflihun, menjadi korban tekanan sosial yang tak berperi kemanusiaan.


"Apa salah anak-anak saya? Apa salah istri saya? Mereka dibebani sesuatu yang bahkan belum tentu benar. Saya sakit, mereka lebih sakit lagi,” katanya.


Muflihun juga menyindir tajam media-media tertentu yang menurutnya telah menjatuhkan etik jurnalistik dengan membuat pemberitaan yang menuding tanpa dasar hukum yang valid. Label “tersangka” seolah menjadi cap permanen bagi dirinya di mata publik.


“Ada media yang begitu berani menuduh saya langsung. Tanpa verifikasi, tanpa konfirmasi, dan tanpa putusan pengadilan. Media seharusnya menjadi penjernih, bukan justru kompor di tengah kabut,” tuturnya.


Dengan nada tegas, ia menyampaikan harapan besar agar suara keadilannya tidak hanya berhenti di ruang publik, tapi sampai ke telinga para pengambil kebijakan negara. Ia menyebut nama Presiden RI, Kapolri, hingga Kabareskrim sebagai pihak yang diharapkan mau membuka mata atas proses yang selama ini berjalan.


"Saya siap membongkar semua. Jika memang ada Rp198 miliar uang negara yang diselewengkan, mari kita buka bersama. Jangan hanya jadikan saya tumbal politik," tegas Muflihun.


Muflihun menutup pernyataannya dengan kalimat bernada reflektif. Ia mengaku selama ini terus berharap pada keadilan yang bersumber dari Tuhan dan dari negara yang masih menjunjung hukum. Kini, katanya, ia tidak lagi ingin menjadi korban narasi sepihak.


"Saya tidak ingin lebih dari keadilan. Tapi saya juga tidak ingin terus dijadikan korban. Saya siap buka semuanya, demi kebenaran dan demi anak-anak saya yang masih kecil,” pungkasnya.

Bagikan:

Komentar