Pekanbaru, riauantara.co | Suasana di tubuh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau semakin memanas menyusul perbedaan pandangan antara Gubernur Riau Abdul Wahid, Wakil Gubernur SF Hariyanto, dan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Taufik Oesman Hamid, terkait defisit anggaran dan kebijakan tunda bayar. Ketidaksepakatan ini menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.
Dalam rapat Forum Konsultasi Publik RPJMD pada 12 Maret 2025, Gubernur Abdul Wahid menyampaikan kekhawatirannya atas kondisi keuangan daerah.
Ia mengungkapkan bahwa Pemprov Riau menghadapi tunda bayar sebesar Rp2,2 triliun. Menurut Wahid, situasi ini belum pernah terjadi sebelumnya.
"Saya belum pernah menemukan ada tunda bayar Rp2,2 triliun. Paling ada Rp200 miliar atau Rp250 miliar. Ini membuat kepala saya pusing tujuh keliling, mencari duitnya dari mana," ujar Wahid.
Sebagai langkah antisipasi, Gubernur bahkan mempertimbangkan opsi pemotongan tunjangan ASN sebagai upaya darurat untuk menutup defisit.
Namun, pernyataan ini langsung menuai respons dari Wakil Gubernur SF Hariyanto yang membantah klaim tersebut. Menurutnya, informasi yang disampaikan Gubernur tidak akurat.
"Seperti soal defisit anggaran yang katanya Rp2,2 triliun, itu data dari mana? Itu sangat tidak benar. Yang benar itu defisit kita hanya Rp132 miliar. Saya punya datanya," tegas Hariyanto.
Menurut Hariyanto, defisit tersebut muncul akibat target pendapatan yang tidak tercapai. Dari target sebesar Rp11 triliun, realisasi pendapatan hanya Rp9,4 triliun.
Gagalnya pendapatan dari participating interest (PI) sektor migas juga memperburuk situasi, dengan realisasi sebesar Rp200 miliar dari target Rp736 miliar.
Meski begitu, Hariyanto mengklaim bahwa efisiensi yang telah dilakukan melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025 berhasil menghemat sekitar Rp800 miliar, sehingga kondisi keuangan Riau masih terkendali.
Sementara itu, Pj Sekda Riau, Taufik Oesman Hamid, memperkirakan defisit anggaran tahun 2025 justru lebih besar, mencapai Rp3,5 triliun. Pernyataan ini disampaikannya saat melakukan kunjungan di komplek pergudangan Bulog Pekanbaru pada Senin (24/3/2025).
Menurut Taufik, potensi defisit ini dipicu oleh realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2024 yang hanya mencapai 85,38 persen, menyebabkan kekurangan pendapatan hingga Rp1,6 triliun. Hal ini berdampak langsung pada tunda bayar sejumlah kegiatan pada tahun 2024.
Selain itu, Taufik juga mengungkapkan bahwa setelah simulasi ulang oleh Bapenda Riau, pendapatan tahun 2025 diperkirakan mengalami penurunan signifikan hingga lebih dari Rp1,3 triliun. Dengan demikian, potensi pendapatan hanya sekitar Rp8,2 triliun, sementara belanja daerah justru melonjak menjadi Rp11,7 triliun.
"Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan berkurang Rp1,1 triliun lebih, Pendapatan Transfer turun Rp190 miliar, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah juga berkurang sekitar Rp80 juta. Selain itu, Pendapatan Pembiayaan Daerah juga berkurang lebih dari Rp100 miliar," jelas Taufik.
Tambahan beban dari tunda bayar tahun sebelumnya sebesar Rp916 miliar, tunda salur bagi hasil ke kabupaten/kota Rp550 miliar, serta kebutuhan belanja pegawai yang belum teranggarkan sebesar Rp705 miliar turut memperparah situasi.
Menghadapi situasi ini, Pemprov Riau melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berkomitmen untuk terus memantau realisasi pendapatan dan melakukan penyesuaian belanja secara bijak.
"Kami akan memaksimalkan potensi pendapatan daerah dan mengendalikan belanja yang tidak mendesak. Dengan koordinasi yang intensif, kami berharap kondisi fiskal Riau tetap terjaga dan pelayanan publik tetap optimal," pungkas Taufik.
(kmo/rd)
Komentar