![]() |
Gubernur Riau, Tuan Abdul Wahid, secara resmi dikukuhkan sebagai Datuk Seri Setia Amanah. |
Pekanbaru, riauantara.co | Gubernur Riau, Tuan Abdul Wahid, secara resmi dikukuhkan sebagai Datuk Seri Setia Amanah dalam sebuah prosesi adat yang berlangsung khidmat di Balai Adat LAMR Provinsi Riau, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, pada Sabtu (5/7/2025).
Prosesi penabalan ini merupakan bagian dari penghormatan adat Melayu kepada para pemimpin daerah.
Ketua panitia penabalan, Datuk Afrizal Alang, menjelaskan bahwa gelar Datuk Seri Setia Amanah diberikan kepada para kepala daerah yang telah definitif menjabat, sedangkan wakil kepala daerah akan menyandang gelar Datuk Seri Timbalan Setia Amanah. Gelar ini diiringi dengan sapaan kehormatan "Datuk Seri" di depan nama gelar masing-masing.
Namun, gelar tersebut tidak bersifat seumur hidup. "Gelar adat ini diberikan hanya selama masa jabatan berlangsung. Jika jabatan berakhir, maka otomatis gelar pun gugur," terang Datuk Alang.
Dalam tradisi Melayu Riau, terdapat beberapa kategori gelar adat, antara lain gelar saka/soko, gelar pusaka/pusako, dan gelar lembaga. Gelar saka merupakan gelar turun-temurun dalam satu suku yang hanya boleh diwariskan dalam garis keturunan. Sementara gelar pusaka diberikan kepada tokoh adat dalam suatu suku dan berlaku seumur hidup.
Adapun gelar adat lembaga biasanya diberikan kepada individu yang dianggap berjasa oleh komunitas adat melalui musyawarah adat. Gelar ini dapat bersifat seumur hidup atau hanya berlaku selama memegang jabatan tertentu, tergantung pada asas "alur" dan "patut".
"Meski seseorang sudah sesuai alurnya, tapi kalau belum memenuhi asas patut, maka gelar adat tidak akan diberikan," tambahnya.
Datuk Alang juga menegaskan bahwa gelar adat bisa dicabut jika penerimanya melakukan pelanggaran berat seperti korupsi, pencurian, pelecehan, atau tindakan kriminal lainnya. Bahkan kondisi seperti pikun, gangguan mental, atau pengunduran diri juga bisa menjadi alasan pencabutan.
"Gelar adat bukan sekadar simbol kehormatan, tetapi amanah yang membawa tanggung jawab moral. Perilaku penerima gelar harus mencerminkan kehormatan itu," tegas Datuk Alang.
Ia mengingatkan bahwa gelar adat yang tidak tercermin dalam tindakan nyata justru akan merendahkan martabat penerimanya. Dalam adat Melayu dikenal ungkapan, "gelar lekat, malin tak jadi", yang berarti gelar ada, tapi perilaku tidak mencerminkan nilai-nilai luhur.
"Dalam hukum adat dikenal juga ungkapan ‘gawal menyembah, hutang dibayar’. Tapi yang paling berat bukan hanya soal meminta maaf atau membayar kesalahan, melainkan sanksi sosial yang mengiringinya," pungkas Datuk Alang.
(kmo/cr)
Komentar