![]() |
Muflihun bersama kuasa hukumnya, Ahmad Yusuf, melaporkan secara resmi kasus SPPD Fiktif di DPRD Riau. |
Pekanbaru, riauantara.co | Setelah memilih diam selama setahun penuh, akhirnya mantan Sekwan DPRD Riau, Muflihun, memecah kesunyian. Ia angkat bicara terkait tudingan keterlibatannya dalam kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang menyeret namanya ke pusaran dugaan korupsi. Muflihun menilai dirinya telah dijadikan kambing hitam dan diframing sebagai pelaku.
Merasa terus disudutkan dan namanya tercemar, Muflihun pun memutuskan untuk meluruskan informasi yang berkembang. Dalam konferensi pers yang digelar pada bulan Juni lalu, ia membeberkan mekanisme rumit pencairan dana perjalanan dinas yang tak bisa hanya disederhanakan dengan istilah "tandatangan Sekwan".
Masih di bulan yang sama, langkah serius diambil Muflihun bersama kuasa hukumnya, Ahmad Yusuf, dengan melaporkan secara resmi kasus SPPD tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menyodorkan fakta-fakta yang diyakini bisa membuka tabir skandal ini.
Ahmad Yusuf menjelaskan bahwa pencairan dana SPPD tidak dilakukan secara sembarangan. Prosesnya harus melewati tahapan administrasi yang ketat, dimulai dari persetujuan pimpinan dewan hingga verifikasi oleh berbagai bagian, termasuk Kepala Bagian Keuangan Sekretariat DPRD Riau.
Tak hanya berhenti di KPK, pada Jumat (12/07/2025), Muflihun juga melayangkan laporan ke Polresta Pekanbaru terkait dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen perjalanan dinas. Dokumen yang dimaksud berkaitan dengan kegiatan konsultasi Ranperda Kepemudaan ke Kemendagri yang berlangsung pada 2-4 Juli 2020.
Dalam keterangannya via sambungan telepon pada Senin (14/07), Ahmad Yusuf menegaskan bahwa langkah hukum ini diambil demi mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Ia menilai opini publik selama ini telah dibentuk oleh narasi yang tidak utuh dan penuh fitnah.
"Kami ingin masyarakat tahu duduk persoalan yang sebenarnya. Klien kami bukan pelaku, dan kami siap membuka semua fakta yang ia ketahui," ujar Yusuf dengan nada tegas.
Lebih lanjut, ia mendesak aparat Kepolisian, khususnya Polresta Pekanbaru untuk menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius. Yusuf juga meminta agar pihak-pihak internal Sekretariat DPRD Riau yang diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen segera dipanggil.
"Kalau benar ada ribuan dokumen SPT yang dipalsukan, berapa banyak kerugian negara yang timbul? Ke mana fungsi pengawasan dan verifikasi dari bagian keuangan selama ini?" kritiknya.
Yusuf menegaskan bahwa pencairan dana perjalanan dinas tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan formal dari pimpinan DPRD, termasuk izin keberangkatan bagi tenaga honorer yang mendampingi.
Ia berharap laporan ini menjadi titik terang bagi penegak hukum untuk membongkar skema SPPD fiktif secara menyeluruh.
"Masyarakat Pekanbaru dan Riau berhak tahu siapa dalang sebenarnya. Kami ingin keadilan ditegakkan dan kebenaran diungkap," tutup Yusuf.
(kmo/rd)
Komentar