PEKANBARU, riauantara.co | Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) setiap 20 Mei bukan sekadar napak tilas sejarah perjuangan fisik para pahlawan, tetapi menjadi panggilan nurani bagi seluruh elemen bangsa untuk menyalakan kembali semangat perubahan—kali ini, bukan lewat senjata, tapi melalui pendidikan dan keteladanan moral di tengah era digital yang kian kompleks.
Tahun 2025 ini, Indonesia dihadapkan pada tantangan baru yang mengancam masa depan generasi muda: krisis moral akibat derasnya arus informasi tanpa filter. Ironisnya, teknologi yang seharusnya menjadi jembatan pembelajaran, justru kerap disalahgunakan oleh anak-anak sebagai sarana hiburan berlebihan, game tanpa batas, hingga praktik judi online yang bahkan mulai meracuni anak usia lima tahun.
Kondisi ini menjadi alarm keras bahwa dunia pendidikan kita tengah berada dalam titik nadir. Banyak anak tidak lagi respek terhadap orang tua maupun guru. Nilai-nilai etika dan budaya yang dahulu menjadi kekuatan bangsa kini terkikis perlahan oleh dunia maya yang penuh distraksi dan ilusi.
Tentu, permasalahan ini tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat. Dibutuhkan kolaborasi menyeluruh—mulai dari tingkat RT, RW, desa, kelurahan, hingga kecamatan, kota/kabupaten, bahkan provinsi. Semua pihak harus turun tangan dalam satu misi mulia: menyelamatkan moral dan karakter generasi penerus bangsa.
Sosok Kang Dedi Mulyadi memberi inspirasi lewat inisiatif Sekolah Barak Militer, program khusus bagi anak-anak yang dianggap "sulit dibina". Hasilnya sangat positif: anak-anak yang sebelumnya keras kepala kini berubah menjadi pribadi disiplin, santun, serta memiliki tujuan hidup yang jelas dan positif.
Ketua Forum Pemimpin Redaksi (FPR) Riau, Rahmat Handayani, menyuarakan ajakan yang sama. Ia menyerukan kepada para kepala daerah, pendidik, tokoh masyarakat, dan orang tua untuk membangun kembali pondasi karakter anak bangsa. Menurutnya, Harkitnas 2025 harus dimaknai sebagai momentum kebangkitan moral nasional—bukan sekadar seremoni tahunan.
Sudah saatnya kita menghidupkan kembali cita-cita para pendiri bangsa: membentuk generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam karakter, berakhlak, dan bermanfaat bagi keluarga, lingkungan, serta tanah air.
Mari jadikan Harkitnas 2025 sebagai titik balik—bukan hanya untuk bangkit, tetapi untuk menyelamatkan dan membentuk generasi emas Indonesia.
Komentar