![]() |
Anggota Komisi X DPR RI Dr. Hj. Karmila Sari, pada RDPU dengan Majelis Pendidikan Kristen Indonesia dan Perkumpulan Guru Madrasah Indonesia, Senin (19/05/2025). |
Jakarta, riauantara.co | Komisi X DPR RI terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Upaya ini bukan sekadar formalitas, tetapi langkah nyata untuk membenahi sistem pendidikan agar lebih adaptif, terintegrasi, dan menjawab tantangan zaman.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia (MPK) dan Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia, Anggota Komisi X DPR RI, Dr. Hj. Karmila Sari, menegaskan pentingnya peningkatan kesejahteraan bagi para pejuang pendidikan, terutama guru honorer dan operator sekolah yang selama ini masih terpinggirkan.
"Bagaimana mungkin seseorang yang sudah 20 tahun mengabdi, bahkan sampai mengorbankan statusnya dari swasta menjadi honorer, tidak diakomodasi dalam undang-undang?" kata Karmila dengan nada prihatin dalam rapat yang digelar di ruang Komisi X DPR RI, Senin (19/5/2025) kemarin.
Karmila menyampaikan keprihatinannya terhadap guru honorer dan operator sekolah yang telah lama bekerja namun belum mendapat pengakuan layak secara hukum maupun kesejahteraan. Ia menekankan bahwa kurangnya perhatian terhadap mereka akan berdampak serius pada kualitas pendidikan nasional.
"Mereka yang sudah lama ini, nanti tiba-tiba muncul yang ketahuan saja, tapi kalau yang tidak tahu atau tidak kritis, maka akumulasi kesejahteraannya tidak signifikan," ungkapnya.
Menurut politisi asal Riau ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas yang sedang dibahas harus menjamin kenyamanan dan kelayakan hidup bagi para pengabdi pendidikan. Dengan begitu, mereka bisa fokus menjalankan peran penting dalam mencetak generasi bangsa tanpa terbebani persoalan ekonomi.
"Jangan sampai guru-guru kita lebih sibuk memikirkan dapur daripada murid-muridnya. Negara harus hadir," tegas Karmila.
Tak hanya itu, Karmila juga menggarisbawahi pentingnya harmonisasi regulasi antara Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Ia mengingatkan agar tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan, terutama dalam pengakuan tenaga pendidik dari berbagai latar belakang.
Terkait dengan keterbatasan anggaran daerah, Karmila menilai perlunya fleksibilitas kebijakan yang mempertimbangkan kondisi masing-masing daerah. Ia juga mendorong pemerintah pusat untuk lebih banyak mengintervensi, khususnya dalam hal pendanaan pendidikan dasar.
"APBD kabupaten/kota seringkali sangat terbatas, sementara kebutuhan di lapangan besar. Maka perlu ada solusi kebijakan dari pusat," ucapnya.
Ia pun menyoroti peran strategis lembaga pendidikan swasta yang selama ini membantu menopang sistem pendidikan nasional. Menurutnya, kontribusi mereka harus dihargai, terutama bagi guru-guru yang telah lama mengabdi.
"Mereka yang sudah mengabdi sampai rambut memutih, jangan lagi diserahkan urusannya ke daerah. Masukkan saja ke dalam undang-undang agar lebih jelas dan berpihak," pungkasnya.
(rh/kmo)
Komentar